BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengertian Mud Logging
Mud Logging merupakan proses mensirkulasikan dan
memantau perpindahan mud dan cutting pada sumur selama pemboran (Bateman,
1985). Seorang mud logging memiliki beberapa tugas utama, menurut Darling
(2005) terdapat dua tugas utama dari seorang mud logger yaitu :
1. Memantau
parameter pengeboran dan memantau sirkulasi gas/cairan/padatan dari sumur agar
pengeboran dapat berjalan dengan aman dan lancar.
2. Menyediakan
informasi sebagai bahan evaluasi bagi petroleum engineering department.
Mud logging unit (MLU) akan menghasilkan Mud Log
yang akan dikirim ke kantor pusat perusahaan minyak. Menurut Darling (2005),
mud log tersebut meliputi:
1. Pembacaan
gas yang diperoleh dari detektor gas atau kromatograf
2. Pengecekan
terhadap ketidakhadiran gas beracun (H2S,SO2)
3. Laporan
analisis cutting yang telah dideskripsikan secara lengkap
4. Rate
of Penetration (ROP)
5. Indikasi
keberadaan hidrokarbon yang terdapat pada sampel
Mud Log sendiri merupakan alat yang
berharga untuk petrofisis dan geolog di dalam mengambil keputusan dan melakukan
evaluasi. Darling (2005) menyatakan bahwa mud log digunakan untuk hal-hal
berikut:
1. Identifikasi
tipe formasi dan litologi yang dibor
2. Identifikasi
zona yang porous dan permeabel
3. Picking
of coring, casing, atau batas kedalaman pengeboran akhir
4. Memastikan
keberadaan hidrokarbon sampai pada tahap membedakan jenis hidrokarbon tersebut
minyak atau gas.
Menurut API (American Petroleum Institute) Lumpur
pemboran didefinisikan sebagai fluida sirkulasi dalam opersasi pemboran
berputar yang memiliki banyak variasi fungsi, dimana merupakan salah satu
factor yang berpengaruh terhadap optimalnya operasi pemboran. Oleh sebab itu
sangat menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran.
Secara umum, lumpur pemboran mempunyai 4 frasa atau
komponen, yaitu:
a. fasa cair (air atau minyak); 75% lumpur pemboran menggunakan air.
Istilah
oil-base digunakan bila minyaknya lebih dari 95%.
b. reactive solids, yaitu padatan yang
bereaksi dengan air membentuk koloid (clay); dalam hal ini clay air tawar
seperti bentonite mengisaqp (absorb) air tawar dan membentuk lumpur.
c. inert solids (zat padat yang tak bereaksi); ini dapat berupa Barite (BaSO4)
yang digunakan untuk menaikkan densitas lumpur. Selain itu, juga berasal dari
formasi-formasi yang dibor dan terbawa lumpur, seperti chert, pasir atau
clay-clay non swelling, sehingga akan menyebabkan abrasi atau kerusakan pompa.
d. fasa kimia; merupakan bagian dari system yang
digunakan untuk
e. mengontrol sifat-sifat lumpur, misalnya dalam disperson
(menyebarkan partikel-partikel clay) atau flocculation (pengumpulan
partikel-partikel clay). Efeknya terutama tertuju pada peng ‘koloid’ an clay yang bersangkutan.
Zat-zat kimia yang mendispersi (menurunkan viskositas/mengencerkan) misalnya :
Quebracho, phosphate, sodium tannate, dll. Sedangkan zat-zat kimia untuk
menaikkan viskositas, misalnya : C.M.C, starch, dan beberapa senyawa polimer.
1.3 Fungsi Mud Logging.
Adapun
fungsi dari mud logging menurut Darling (2005) adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi
tipe formasi dan litologi yang dibor
2. Identifikasi
zona yang porous dan permeabel
3. Picking
of coring, casing, atau batas kedalaman pengeboran akhir
4. Memastikan
keberadaan hidrokarbon sampai pada tahap membedakan jenis hidrokarbon tersebut
minyak atau gas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Didalam mud logging system
ada beberapa klasifikasi sensor, bisa pengukuran, Output rate
dan prinsip operasinya. Berdasarkan Prinsip kerjanya sensor dapat dibagi :
A. Analog Sensor
a. Shut In Casing Pressure
(SICP)
Untuk
mengetahui tekanan pada casing, bila annular lubang bor ditutup,
dideteksi dengan sensor Tranducer jenis output 4
– 20mA, dimonitor didalam kabin melalui monitor,recorder dan DPM.
Data ini digunakan terutama untuk menghitung Mud Weight kill well bila
terjadi gas kick/blow out.
b. Pit volume totalizer
(PVT)
Untuk mengetahui banyaknya lumpur dipermukaan (dalam
tangki, baik tangki aktif maupun trip tank), diukur dengan jenis
sensor out put tegangan 0-5 volt dan dimonitor di dalam kabin melalui
monitor, recorder (grafik), DPM (digital) dan
dilengkapi dengan alarm yang dapat diset untuk batas atas dan batas bawahnya.
Pada
waktu ada sirkulasi dari PVT ini bisa diketahui adanyapertambahan/pengurangan lumpur (pertambahan, mungkin karena volume
lumpur bertambah atau adanya influx dari formasi ke lubang
sumur, pengurangan bisa terjadi karena hilangnya lumpur di permukaan, misal
hilang di solids control atau hilang ke formasi). Pada waktu
trip (tidak ada sirkulasi), dari perubahan trip tank bisa diperkirakan
adanya fill up, influx atau hilang lumpur ke
formasi.
c. Pump Strokes
(SPM)
Untuk
mengetahui jumlah stroke per menit dari pompa lumpur, yang dideteksi dengan sensor jenis output pulsa
(on/off), dimonitor dari kabin melalui monitor, recorder, DPM danstroke counter (total
jumlah stroke). Data ini biasanya berdampingan dengan data stand
pipe pressure, mud flow out dan pit volume total,
karena keempatnya mempunyai hubungan yang sangat erat dalam menganalisa
kelainan/penyimpangan dari operasi pemboran yang normal (adanya gejala problem
pemboran). Sedangkan jumlah stroke counter digunakan
untuk menentukan lag time pengambilan sampel serbuk bor
d. Mud Density Sensor
Sensor ini ada dua buah
terpasang di possum belly untuk MW out dan di
pit aktif untuk MW in. cara kerja sensor ini
berdasarkan pengaruh lumpur terhadap membrane yang terpasang disensor dan
diproses kedalam bentuk satuan arus listrik(mA). Adapun parameteryang
dihasilkan yaitu: MW out dan in.
e. Temperatur Sensor
Sensor ini ada dua
terpasang di possum belly temp out dan pit aktif
untuk temp in. cara kerjanya berdasarkan pengaruh temp lumpur
terhadap sensor yang terpasang dan di proses dlam bentuk
satuan arus listik (mA).parameter yang dihasilkan yaitu temp out
dan in.
f. Gas Trap (Degasser)
Degasser dipasang di possum
belly. Prinsip kerjanya ini pada dasarnya mengaduk lumpur dengan agitator agar
gas dalam lumpur keluar dan dihisap oleh vacuum pump untuk
dianalisa oleh total gas Analyserchomatograph maupun co2
detector.
g. Hook Load Sensor
Sensor hook load dipasang di pancake atau menggunakan fasalitas pada rig hook
load sensor dengan menambah T pada high pressure hose.
Prinsip kerjanya sensor sama denganpressure Tranducer, yang
mendapat tekanan saat saat drilling line mendapat beban dan
takanan akan ditransfer engineering interface. Parameter yang
dihasilkan hook load, slipstatus, WOB, Bit
Depth dan depth.
h. Torque Sensor
Sensor berupa press Tranducer 5000
psi dipasang di Drilling console atau di “T”connector
torque Top Drive, Prinsip kerja sensor dengan pressure Tranducer yang
mendapat tekanan saat pipa di putar. Tekana tersebut akan ditransfer
ke Engineering Interface sebagai arus listrik (0 – 24
mA). Parameter yang dihasilkan adalah torque.
i. Sensor Flow In
Sensor flow out dipasang di flow
line. Prinsip kerja dengan menggunakanpotensiometer, potensiometer tersambung
dengan pedal, pedal akan naik turun bila ada aliran lumpur melewati flow
line. Parameter yang dihasilkan adalah Flow in dan
Flow out.
j. Stand pipe pressure Sensor
Sensor dipasang di stand
pipe pressure, Prinsip kerjanya sama dengan pressure Tranducer yang
mendapat tekanan saat pemompaan melewati stand pipe. Parameter yang
dihasilkan yaitu stand pipe pressure (SSP).
B. Digital Sensor
a. RPM Sensor
Sensor dan target
dipasang di motor pengerak rantai pemutar Kelly terletak
didepandrilling console. Dekat dengan drawworks. Bila
dengan Top drive, ada fasilitas untuk RPMmud logging dengan
menggunakan connector 5 kaki. Prinsip kerjanya berdasarkan
systemelectromagnetic yang ditransfer kedalam arus listrik. Sensor
mengirimkan signal digital keconsole jika didekati
oleh suatu target. Parameter yang dihasilkan yaitu RPM dan Dc-exp.
b. SPM Sensor
Sensor pompa dipasang
diatas liner pompa rig atau pada putaran yang menggerakan
pompa. Prinsip kerjanya berdasarkan system electromagnetic yang
ditransfer kedalam arus listrik. Sensor mengirimkan signal digital ke console jika
didekati oleh suatu target.
Adapun parameter yang
dihasilkan yaitu: SPM, Total stroke, down stroke, Lag Depth, Down Time,
Pump Rate, dan Hydrolika pemboran.
c. Sensor Depth ROP
Sensor depth dipasang
di drawwork yaitu diletakan diporos dari drawwork itu
sendiri. Cara kerjanya sensor ini adalah mengukur banyaknya putaran yang
dilakukan oleh drawworkmelalui photoelectric induction. pengukuran
jarak pergerakan keatas dan kebawah dari hook height dapat
diubah dengan menggunakan metode perhitungan yang pasti. Adapun parameteryang
dihasilkan yaitu: depth, Bit Depth, ROP dan Hook
position.
BAB III
GAS EQUIPMENT
Adapun cara yang
digunkan untuk membantu proses pencarian sumber minyak baru pada sumur
eksplorsi baru, kita dapat mengunakan alat dan mengindentifikasikan mengunakan
media penelitian semple sebagai berikut :
1.
Gas Trap (Degasser)
Gas trap merupakan
sebuah alat berbentuk silinder atau kotak yang didalamnya dipasang pisau
blender yang sudah dimodifikasi untuk bekerja 24 jam sehari 365 hari pertahun.
Pisau blender akan mengaduk lumpur “kotor” yang mengandung gas hidrokarbon.
Setelah diaduk maka perlahan gas yang larut dalam lumpur akan terkumpul disuatu
ruangan -paling 1000 cc- untuk di jebak (Trap). Setelah dijebak, gas akan
disedot oleh sebuah selang kecil dan masuk ke peralatan analisa gas yang dipasang
dalam Kabin Mudlogging.
Keuntungan dari alat gas trap ini adalah dapat mempermudah pekerjaan
mudlogger dan perusahaan minyak atau gas tidak perlu mengeluarkan biaya ekstra
untuk menggunakan alat ini. Selain itu, alat gas trap tersebut juga digerakan
dengan kekuatan udara sehingga mencegah terjadinya kerusakan dan tidak terlalu
menjadi issue keselamatan.
Degasser dipasang di possum
belly. Prinsip kerjanya ini pada dasarnya mengaduk lumpur dengan agitator agar
gas dalam lumpur keluar dan dihisap oleh vacuum pump untuk
dianalisa oleh total gas Analyserchomatograph maupun co2
detector.
2. Gas Sensor (pada geolograph)
Fungsi Gas Sensor untuk mendeteksi,
mencatat, dan menganalisa baik secara kuantitatif maupun kualitatif serta
komposisi gas yang terikut kedalam sistem lumpur bor.
Menurut fungsinya, Gas Sensor ini dapat
dibedakan dengan beberapa jenis alat ukur antara lain:
a. Gas detector.
b. Gas Chromatograph.
c. Hydrogen Sulphide
Sensor.
a. Gas Detector
Fungsi Gas Detector untuk mengukur kadar
gas hidrokarbon ringan yang terikut ke dalam sistem lumpur bor yang dapat
dipisahkan secara terus-menerus oleh Degasser. Gas yang masuk ke dalam sistem
lumpur dapat menurunkan berat jenis lumpur, sehingga Driller dapat
segera mengantisipasi kesulitan pemboran yang akan terjadi.
Pengukuran kandungan gas di dalam sistem
lumpur dapat dibedakan dalam 3 kondisi yaitu :
a. Background Gas
(BG).
Kandungan gas yang masuk ke dalam sistem
lumpur ketika pemboran sedang berlangsung.
b. Trip Gas (TG).
Kandungan gas yang masuk ke dalam sistem
lumpur ketika melakukan round trip (misal cabut/masuk ganti pahat bor).
c. Connection Gas
(CG).
Kandungan gas yang masuk ke dalam sistem
lumpur ketika menyambung rangkaian pipa bor.
Cara kerja alat ukur ini dapat diuraikan
sebagai berikut:
Sensor penangkap gas (gas
trap) dipasang pada saluran lumpur yang keluar dari sumur. Gas yang
terperangkap akan mengalir ke Gas Sensor. Konsentrasi gas tersebut
diukur dalam satuan persen (maksimum 100%).
b. Gas chromatograph
Fungsi Gas Chromatograph untuk mengidentifikasi persen komponen
gas yang terbawa ke dalam sistem lumpur bor, sehingga dapat diketahui
persentasi gas Methane (C1), Gas Ethane (C2), Gas Propane
(C3), Gas Iso Butane (i-C4), dan Gas Normal Butane (n-C4).
Hasil pengukuran ini dapat direkam
pada Chromatografik .Fungsi Gas Chromatograph untuk
mengukur kuantitas dan kualitas ekstrak gas yang terikut ke dalam sistem lumpur
bor.
c. Hydrogen Sulphide Sensor
Fungsi Hydrogen Sulphide Sensor untuk mengukur kadar ekstrak gas
H2 S yang terikut ke dalam sistem lumpur bor. Dengan
demikian, Driller dapat segera mengambil tindakan pengamanan,
karena gas H2 S yang berkonsentrasi tinggi ( > 100 ppm )
sangat membahayakan terhadap manusia, binatang, dan peralatan bor & sumur.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada
alat-alat ukur gas ini antara lain:
a. Periksa dan
bersihkan alat penangkap ekstrak gas di saluran lumpur yang keluar dari sumur,
agar gas yang keluar dari sistem lumpur dapat langsung ditangkap oleh sensor penangkap
gas.
b. Periksa pipa
saluran gas ke Gas Sensor,
jangan sampai bocor atau terjepit, agar semua gas
yang ditangkap dapat diukur dengan baik pada setiap saat.
c. Lakukan kalibrasi
secara periodik, agar hasil pengukurannya sesuai dengan kondisi yang
benar.
Proses ini meliputi perforasi yaitu
pelubangan dinding sumur; pemasangan seluruh pipa-pipa dan katup produksi
beserta asesorinya untuk mengalirkan minyak dan gas ke permukaan; pemasangan
kepala sumur (wellhead atau chrismast tree) di permukaan; pemasangan berbagai
peralatan keselamatan, pemasangan pompa kalau diperlukan, dsb. Jika dibutuhkan,
metode stimulasi juga dilakukan dalam fase ini.Selanjutnya well-evaluation
untuk mengevaluasi kondisi sumur dan formasi di dalam sumur.Teknik yang paling
umum dinamakan logging yang dapat dilakukan pada saat sumur masih dibor ataupun
sumurnya sudah jadi.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar