Azmi

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 05 April 2017

MUDLOGGING SENSOR AND GAS EQUIPMENT

BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Pengertian Mud Logging
Mud Logging merupakan proses mensirkulasikan dan memantau perpindahan mud dan cutting pada sumur selama pemboran (Bateman, 1985). Seorang mud logging memiliki beberapa tugas utama, menurut Darling (2005) terdapat dua tugas utama dari seorang mud logger yaitu :
1.      Memantau parameter pengeboran dan memantau sirkulasi gas/cairan/padatan dari sumur agar pengeboran dapat berjalan dengan aman dan lancar.
2.      Menyediakan informasi sebagai bahan evaluasi bagi petroleum engineering department.
Mud logging unit (MLU) akan menghasilkan Mud Log yang akan dikirim ke kantor pusat perusahaan minyak. Menurut Darling (2005), mud log tersebut meliputi:
1.      Pembacaan gas yang diperoleh dari detektor gas atau kromatograf
2.      Pengecekan terhadap ketidakhadiran gas beracun (H2S,SO2)
3.      Laporan analisis cutting yang telah dideskripsikan secara lengkap
4.      Rate of Penetration (ROP)
5.      Indikasi keberadaan hidrokarbon yang terdapat pada sampel
Mud Log sendiri merupakan alat yang berharga untuk petrofisis dan geolog di dalam mengambil keputusan dan melakukan evaluasi. Darling (2005) menyatakan bahwa mud log digunakan untuk hal-hal berikut:
1.      Identifikasi tipe formasi dan litologi yang dibor
2.      Identifikasi zona yang porous dan permeabel
3.      Picking of coring, casing, atau batas kedalaman pengeboran akhir
4.      Memastikan keberadaan hidrokarbon sampai pada tahap membedakan jenis hidrokarbon tersebut minyak atau gas.
Menurut API (American Petroleum Institute) Lumpur pemboran didefinisikan sebagai fluida sirkulasi dalam opersasi pemboran berputar yang memiliki banyak variasi fungsi, dimana merupakan salah satu factor yang berpengaruh terhadap optimalnya operasi pemboran. Oleh sebab itu sangat menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran.



Secara umum, lumpur pemboran mempunyai 4 frasa atau komponen, yaitu:
a.         fasa cair (air atau minyak); 75% lumpur pemboran menggunakan air.
Istilah oil-base digunakan bila minyaknya lebih dari 95%.
b.      reactive solids, yaitu padatan yang bereaksi dengan air membentuk koloid (clay); dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite mengisaqp (absorb) air tawar dan membentuk lumpur.
c.       inert solids (zat padat yang tak bereaksi); ini dapat berupa Barite (BaSO4) yang digunakan untuk menaikkan densitas lumpur. Selain itu, juga berasal dari formasi-formasi yang dibor dan terbawa lumpur, seperti chert, pasir atau clay-clay non swelling, sehingga akan menyebabkan abrasi atau kerusakan pompa.
d.    fasa kimia; merupakan bagian dari system yang digunakan untuk
e.    mengontrol sifat-sifat lumpur, misalnya dalam disperson (menyebarkan partikel-partikel clay) atau flocculation (pengumpulan partikel-partikel clay). Efeknya terutama tertuju pada peng ‘koloid’ an clay yang bersangkutan. Zat-zat kimia yang mendispersi (menurunkan viskositas/mengencerkan) misalnya : Quebracho, phosphate, sodium tannate, dll. Sedangkan zat-zat kimia untuk menaikkan viskositas, misalnya : C.M.C, starch, dan beberapa senyawa polimer.

1.3 Fungsi Mud Logging.
Adapun fungsi dari mud logging menurut Darling (2005) adalah sebagai berikut:
1.      Identifikasi tipe formasi dan litologi yang dibor
2.      Identifikasi zona yang porous dan permeabel
3.      Picking of coring, casing, atau batas kedalaman pengeboran akhir
4.      Memastikan keberadaan hidrokarbon sampai pada tahap membedakan jenis hidrokarbon tersebut minyak atau gas.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Didalam mud logging system ada beberapa  klasifikasi sensor, bisa  pengukuran, Output rate dan prinsip operasinya. Berdasarkan Prinsip kerjanya sensor dapat dibagi :
A.     Analog Sensor
a.    Shut In Casing Pressure (SICP)
Untuk mengetahui tekanan pada casing, bila annular lubang bor ditutup, dideteksi dengan sensor Tranducer jenis output 4 – 20mA, dimonitor didalam kabin melalui monitor,recorder dan DPM. Data ini digunakan terutama untuk menghitung Mud Weight kill well bila terjadi gas kick/blow out.
b.    Pit volume totalizer (PVT)
Untuk mengetahui banyaknya lumpur dipermukaan (dalam tangki, baik tangki aktif maupun trip tank), diukur dengan jenis sensor out put tegangan 0-5 volt dan dimonitor di dalam kabin melalui monitor, recorder (grafik), DPM (digital) dan dilengkapi dengan alarm yang dapat diset untuk batas atas dan batas bawahnya.
Pada waktu ada sirkulasi dari PVT ini bisa diketahui adanyapertambahan/pengurangan lumpur (pertambahan, mungkin karena volume lumpur bertambah atau adanya influx dari formasi ke lubang sumur, pengurangan bisa terjadi karena hilangnya lumpur di permukaan, misal hilang di solids control atau hilang ke formasi). Pada waktu trip (tidak ada sirkulasi), dari perubahan trip tank bisa diperkirakan adanya fill upinflux atau hilang lumpur ke formasi.      
c.    Pump Strokes (SPM)
Untuk mengetahui jumlah stroke per menit dari pompa lumpur, yang dideteksi dengan sensor jenis output pulsa (on/off), dimonitor dari kabin melalui monitor, recorderDPM danstroke counter (total jumlah stroke). Data ini biasanya berdampingan dengan data stand pipe pressuremud flow out dan pit volume total, karena keempatnya mempunyai hubungan yang sangat erat dalam menganalisa kelainan/penyimpangan dari operasi pemboran yang normal (adanya gejala problem pemboran). Sedangkan jumlah stroke counter digunakan untuk menentukan lag time pengambilan sampel serbuk bor
d.    Mud Density Sensor
Sensor ini ada dua buah terpasang di possum belly untuk MW out dan di pit aktif untuk MW in. cara kerja sensor ini berdasarkan pengaruh lumpur terhadap membrane yang terpasang disensor dan diproses kedalam bentuk satuan arus listrik(mA). Adapun parameteryang dihasilkan yaitu: MW out dan in.
e.    Temperatur Sensor
Sensor ini ada dua terpasang di possum belly temp out dan pit aktif untuk temp in. cara kerjanya berdasarkan pengaruh temp lumpur terhadap sensor yang terpasang dan di proses dlam bentuk satuan arus listik (mA).parameter yang dihasilkan yaitu temp out dan in.
f.      Gas Trap (Degasser)
Degasser dipasang di possum belly. Prinsip kerjanya ini pada dasarnya mengaduk lumpur dengan agitator agar gas dalam lumpur keluar dan dihisap oleh vacuum pump untuk dianalisa oleh total gas Analyserchomatograph maupun co2 detector.
g.    Hook Load Sensor
Sensor hook load dipasang di pancake atau menggunakan fasalitas pada rig hook load sensor dengan menambah T pada high pressure hose. Prinsip kerjanya sensor sama denganpressure Tranducer, yang mendapat tekanan saat saat drilling line mendapat beban dan takanan akan ditransfer engineering interfaceParameter yang dihasilkan hook loadslipstatus, WOB, Bit Depth dan depth.
h.    Torque Sensor
Sensor berupa press Tranducer 5000 psi dipasang di Drilling console atau di “T”connector torque Top Drive, Prinsip kerja sensor dengan pressure Tranducer yang mendapat tekanan saat pipa di putar. Tekana tersebut akan ditransfer ke Engineering Interface sebagai arus listrik (0 – 24 mA). Parameter yang dihasilkan adalah torque.
i.      Sensor Flow In
Sensor flow out dipasang di flow line. Prinsip kerja dengan menggunakanpotensiometerpotensiometer tersambung dengan pedal, pedal akan naik turun bila ada aliran lumpur melewati flow lineParameter yang dihasilkan adalah Flow in dan Flow out.
j.      Stand pipe pressure Sensor
Sensor dipasang di stand pipe pressure, Prinsip kerjanya sama dengan pressure Tranducer yang mendapat tekanan saat pemompaan melewati stand pipeParameter yang dihasilkan yaitu stand pipe pressure (SSP).







B.    Digital Sensor
a.    RPM Sensor
Sensor dan target dipasang di motor pengerak rantai pemutar Kelly terletak didepandrilling console. Dekat dengan drawworks. Bila dengan Top drive, ada fasilitas untuk RPMmud logging dengan menggunakan connector 5 kaki. Prinsip kerjanya berdasarkan systemelectromagnetic yang ditransfer kedalam arus listrik. Sensor mengirimkan signal digital keconsole jika didekati oleh suatu target. Parameter yang dihasilkan yaitu RPM dan Dc-exp.
b.    SPM Sensor
Sensor pompa dipasang diatas liner pompa rig atau pada putaran yang menggerakan pompa. Prinsip kerjanya berdasarkan system electromagnetic yang ditransfer kedalam arus listrik. Sensor mengirimkan signal digital ke console jika didekati oleh suatu target.
Adapun parameter yang dihasilkan yaitu: SPM, Total stroke, down stroke, Lag Depth, Down Time, Pump Rate, dan Hydrolika pemboran.
c.    Sensor Depth ROP
Sensor depth dipasang di drawwork yaitu diletakan diporos dari drawwork itu sendiri. Cara kerjanya sensor ini adalah mengukur banyaknya putaran yang dilakukan oleh drawworkmelalui photoelectric induction. pengukuran jarak pergerakan keatas dan kebawah dari hook height dapat diubah dengan menggunakan metode perhitungan yang pasti. Adapun parameteryang dihasilkan yaitu: depth, Bit Depth, ROP dan Hook position.


















BAB III
GAS EQUIPMENT



Adapun cara yang digunkan untuk membantu proses pencarian sumber minyak baru pada sumur eksplorsi baru, kita dapat mengunakan alat dan mengindentifikasikan mengunakan media penelitian semple sebagai berikut :

1.        Gas Trap (Degasser)
Gas trap merupakan sebuah alat berbentuk silinder atau kotak yang didalamnya dipasang pisau blender yang sudah dimodifikasi untuk bekerja 24 jam sehari 365 hari pertahun. Pisau blender akan mengaduk lumpur “kotor” yang mengandung gas hidrokarbon. Setelah diaduk maka perlahan gas yang larut dalam lumpur akan terkumpul disuatu ruangan -paling 1000 cc- untuk di jebak (Trap). Setelah dijebak, gas akan disedot oleh sebuah selang kecil dan masuk ke peralatan analisa  gas yang dipasang dalam Kabin Mudlogging.
Keuntungan dari alat gas trap ini adalah dapat mempermudah pekerjaan mudlogger dan perusahaan minyak atau gas tidak perlu mengeluarkan biaya ekstra untuk menggunakan alat ini. Selain itu, alat gas trap tersebut juga digerakan dengan kekuatan udara sehingga mencegah terjadinya kerusakan dan tidak terlalu menjadi issue keselamatan.
Degasser dipasang di possum belly. Prinsip kerjanya ini pada dasarnya mengaduk lumpur dengan agitator agar gas dalam lumpur keluar dan dihisap oleh vacuum pump untuk dianalisa oleh total gas Analyserchomatograph maupun co2 detector.

2.       Gas Sensor (pada geolograph)
Fungsi Gas Sensor untuk mendeteksi, mencatat, dan menganalisa baik secara kuantitatif maupun kualitatif serta komposisi gas yang terikut kedalam sistem lumpur bor.
Menurut fungsinya, Gas Sensor ini dapat dibedakan dengan beberapa jenis alat ukur antara lain:
a.    Gas detector.
b.    Gas Chromatograph.
c.    Hydrogen Sulphide Sensor.



a.     Gas Detector
Fungsi Gas Detector untuk mengukur kadar gas hidrokarbon ringan yang terikut ke dalam sistem lumpur bor yang dapat dipisahkan secara terus-menerus oleh Degasser. Gas yang masuk ke dalam sistem lumpur dapat menurunkan berat jenis lumpur, sehingga Driller dapat segera mengantisipasi kesulitan pemboran yang akan terjadi.
Pengukuran kandungan gas di dalam sistem lumpur dapat dibedakan dalam 3 kondisi yaitu :
a.    Background Gas (BG).
Kandungan gas yang masuk ke dalam sistem lumpur ketika pemboran sedang berlangsung.
b.    Trip Gas (TG).
Kandungan gas yang masuk ke dalam sistem lumpur ketika melakukan round trip (misal cabut/masuk ganti pahat bor).
c.    Connection Gas (CG).
Kandungan gas yang masuk ke dalam sistem lumpur ketika menyambung rangkaian pipa bor.
Cara kerja alat ukur ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Sensor penangkap gas (gas trap) dipasang pada saluran lumpur yang keluar dari sumur. Gas yang terperangkap akan mengalir ke Gas Sensor. Konsentrasi gas tersebut diukur dalam satuan persen (maksimum 100%).
b. Gas chromatograph
Fungsi Gas Chromatograph untuk mengidentifikasi persen komponen gas yang terbawa ke dalam sistem lumpur bor, sehingga dapat diketahui persentasi gas Methane (C1), Gas Ethane (C2), Gas Propane (C3), Gas Iso Butane (i-C4), dan Gas Normal Butane (n-C4).
Hasil pengukuran ini dapat direkam pada Chromatografik .Fungsi Gas Chromatograph untuk mengukur kuantitas dan kualitas ekstrak gas yang terikut ke dalam sistem lumpur bor.

c. Hydrogen Sulphide Sensor
Fungsi Hydrogen Sulphide Sensor untuk mengukur kadar ekstrak gas H2 S yang terikut ke dalam sistem lumpur bor. Dengan demikian, Driller dapat segera mengambil tindakan pengamanan, karena gas H2 S yang berkonsentrasi tinggi ( > 100 ppm ) sangat membahayakan terhadap manusia, binatang, dan peralatan bor & sumur.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada alat-alat ukur gas ini antara lain:
a.    Periksa dan bersihkan alat penangkap ekstrak gas di saluran lumpur yang keluar dari sumur, agar gas yang keluar dari sistem lumpur dapat langsung ditangkap oleh sensor penangkap gas.
b.    Periksa pipa saluran gas ke Gas Sensor, jangan sampai bocor atau terjepit, agar semua gas yang ditangkap dapat diukur dengan baik pada setiap saat.
c.    Lakukan kalibrasi secara periodik, agar hasil pengukurannya sesuai dengan kondisi yang benar. 

Proses ini meliputi perforasi yaitu pelubangan dinding sumur; pemasangan seluruh pipa-pipa dan katup produksi beserta asesorinya untuk mengalirkan minyak dan gas ke permukaan; pemasangan kepala sumur (wellhead atau chrismast tree) di permukaan; pemasangan berbagai peralatan keselamatan, pemasangan pompa kalau diperlukan, dsb. Jika dibutuhkan, metode stimulasi juga dilakukan dalam fase ini.Selanjutnya well-evaluation untuk mengevaluasi kondisi sumur dan formasi di dalam sumur.Teknik yang paling umum dinamakan logging yang dapat dilakukan pada saat sumur masih dibor ataupun sumurnya sudah jadi.














































DAFTAR PUSTAKA















Minggu, 02 April 2017

Pemanfaatan Citra Satelit dalam Bidang Lingkungan

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Di era yang modern ini penggunaan satelit dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Bidang ini dapat berupa bidang Teknologi, Astronomi, Kebencanaan, hingga ke bidang Lingkungan. Salah satu fungsi satelit yang banyak digunakan oleh kebanyakan orang saat ini adalah untuk mengetahui berbagai aspek dalam bidang lingkungan, contoh nya seperti pertanian, topografi, bahkan hingga ke bidang kebencanaan. Dalam penggunaan nya kualitas satelit sangat dipengaruhi oleh tingkat resolusinya, dimana semakin tinggi resolusi satelit maka semakin bagus dan jelas kualitas gambar yang diperoleh. Piksel sendiri merupakan titik elemen paling kecil pada citra satelit. Angka numerik (byte) dari piksel disebut Digital Number (DN). Digital Number bisa ditampilkan dalam warna kelabu, berkisar antara putih dan hitam (greyscale), tergantung level energi yang terdeteksi. Piksel yang disusun dalam sebuah order yang benar akan membentuk sebuah citra.
Menurut Jaya 2002, Citra satelit berdasarkan resolusi dan hasil yang didapat dapat dibedakan menjadi 4 yaitu,
1.      Resolusi Spektral
Merupakan dimensi dan jumlah daerah panjang gelombang yang sensitif terhadap sensor.
2.      Resolusi Spasial
Ukuran terkecil suatu bentuk (feature) permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan disekitarnya, atau sesuatu yang ukurannya bisa ditentukan. Kemampuan ini memungkinkan kita untuk mengidentifikasikan (recognize) dan menganalisis suatu objek di bumi selain mendeteksi (detectable) keberadaannya.
3.      Resolusi Radiometrik
Ukuran sensitifitas sensor untuk membedakan aliran radiasi (radiation flux) yang dipantulkan atau ditransmisikan atau diemisikan suatu objek oleh permukaan bumi.
4.      Resolusi Temporal
Frekuensi suatu sistem sensor merekam suatu areal yang sama (revisit). Seperti Landsat TM yang mempunyai ulangan setiap 16 hari, SPOT 26 hari dan lain sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat kita angkat mengenai isu perkembangan satelit lingkungan, yaitu:
1.      Apa saja macam-macam satelit lingkungan?
2.      Bagaimana cara pemanfaatan satelit lingkungan?
3.      Apa misi dari setiap satelit lingkungan?

1.3 Manfaat


1.      Bagi Mahasiswa
a.       Memperoleh pengetahuan baru mengenai satelit lingkungan baik dari segi fungsi dan cara kerja nya.
b.      Mengetahui peran Penginderaan Jarak Jauh dalam bidang lingkungan.
2.      Bagi Dosen
a.       Membantu dosen dalam hal referensi bahan perkuliahan.
b.      Membantu dan memperlancar jalannya proses perkuliahan
3.      Bagi Pembaca
a.       Menambah ilmu pada bidang Penginderaan Jarak Jauh.
b.      Menjadi referensi dalam hal penulisan karya ilmiah.
















BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 LANDSAT

Teknologi penginderaan jauh satelit dipelopori oleh NASA Amerika Serikat dengan diluncurkannya satelit sumberdaya alam yang pertama, yang disebut ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite) pada tanggal 23 Juli 1972, menyusul ERTS-2 pada tahun 1975, satelit ini membawa sensor RBV (Retore Beam Vidcin) dan MSS (Multi Spectral Scanner) yang mempunyai resolusi spasial 80 x 80 m. Satelit ERTS-1, ERTS-2 yang kemudian setelah diluncurkan berganti nama menjadi Landsat 1, Landsat 2, diteruskan dengan seri-seri berikutnya, yaitu Landsat 3, 4, 5, 6 dan terakhir adalah Landsat 7 yang diorbitkan bulan Maret 1998, merupakan bentuk baru dari Landsat 6 yang gagal mengorbit. Program Landsat merupakan satelit tertua dalam program observasi bumi. Landsat dimulai tahun 1972 dengan satelit Landsat-1 yang membawa sensor MSS multispektral. Setelah tahun 1982, Thematic Mapper TM ditempatkan pada sensor MSS. MSS dan TM. Satelit Landsat (Satelit Bumi) ini merupakan milik Amerika Serikat.
Terdapat banyak aplikasi dari data Landsat TM-7 ini, manfaatnya adalah untuk pemetaan penutupan lahan, pemetaan penggunaan lahan, pemetaan geologi, pemetaan suhu permukaan laut dan lain-lain. Untuk pemetaan penutupan dan penggunaan lahan dapat memilih data Landsat TM karena terdapat band infra merah menengah. Landsat TM adalah satu-satunya satelit non-meteorologi yang mempunyai band inframerah termal. Data thermal diperlukan untuk studi proses-proses energi pada permukaan bumi seperti variabilitas suhu tanaman dalam areal yang diirigasi.

Description: https://img.okezone.com/content/2012/01/30/56/566270/5j69K2ddGW.jpg
Gambar 2.1 Satelit Landsat
Source :https://img.okezone.com/content/2012/01/30/56/566270/5j69K2ddGW.jpg


2.2 SPOT

            Merupakan singkatan dari (Systeme Pour I Observation de la Terre. SPOT-1 diluncurkan pada tahun 1986. SPOT dimiliki oleh konsorsium yang terdiri dari Pemerintah Prancis, Swedia dan Belgia. SPOT pertama kali beroperasi
dengan pushbroom sensor CCD dengan kemampuan off-track viewing di ruang angkasa. Saat itu, resolusi spasial 10 meter untuk pankromatik dan 20 meter daerah tampak (visible). Pada Maret 1998 sebuah kemajuan signifikan SPOT-4 diluncurkan: sensor HRVIR mempunyai 4 di samping 3 band dan instumen
VEGETATION ditambahkan. VEGETATION didesain untuk hampir tiap hari dan akurat untuk memonitor bumi secara global.

Tabel 2.1 karakteristik SPOT HRVIR


Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsplqu3kUomlx3gQRkCHr8Gy49QVhKr9MoviQb6C3wbb-gXOsvnyH3ZlMzL7k7qfi8QCZz5UVZ6eC3w0SLSbw-fkgSqCUnGIcBvR_Nui_86Ew3eMPQJATTiVlmSWXZoj1F_Tms8knZvw7a/s1600/spot-5_in_orbit.jpg
Gambar 2.2 Satelit SPOT

2.3 IKONOS


IKONOS adalah satelit komersial beresolusi tinggi pertama yang
ditempatkan di ruang angkasa. IKONOS dimiliki oleh Sapce Imaging, sebuah
perusahaan Observasi Bumi Amerika Serikat. Satelit komersial beresolusi tinggi
lainnya yang diketahui: Orbview-3 (OrbImage), Quickbird (EarthWatch) dan
EROS-A1 (West Indian Space). IKONOS diluncurkan pada September 1999 danpengumpulan data secara regular dilakukan sejak Maret 2000. IKONOS memiliki kemampuan merekam citra multispetral pada resolusi 4 meter, IKONOS dapat juga merekam obyek-obyek sekecil satu meter pada hitam dan putih. Dengan kombinasi sifat-sifat multispektral pada citra 4-meter dengan detail-detail data pada 1-meter, Citra IKONOS diproses untuk menghasilkan 1-meter produk-produk berwarna.
            Sensor OSA pada satelit didasarkan pada prinsip pushbroom dan dapat
secara simultan mengambil citra pankromatik dan multispektral. IKONOS
mengrimkan resolusi sapatial tertinggi sejauh yang dicapai oleh sebuah satelit
sipil. Bagian dari resolusi spasial yang tinggi juga mempunyai resolusi
radiometrik tinggi menggunakan 11-bit (Space Imaging, 2004). Data IKONOS dapat digunakan untuk pemetaan topografi dari skala kecil hingga menengah, tidak hanya menghasilkan peta baru, tetapi juga memperbaharui peta topografi yang sudah ada. Penggunaan potensial lain IKONOS adalah Precision Agriculture  hal ini digambarkan pada pengaturan band multispektra, dimana mencakup band infra merah dekat (near-infrared). Pembaharuan dari situasi lapangan dapat membantu petani untuk mengoptimalkan penggunaan pupuk dan herbisida.
Description: http://blog.digitalglobe.com/wp-content/uploads/2015/05/Ikonos.png
Gambar 2.3 Satelit Ikonos




2.4 QUICKBIRD


Pada tahun 2002 Digital Globe meluncurkan satelit komersial dengan kemampuan yang lebih baik dari IKONOS yaitu QUICKBIRD. Dibekali dengan resolusi spasial hingga 60cm dan 2,4m untuk moda pankromatik dan multispektral. Selain resolusi spasial yang sangat tinggi, keempat sistem pencitraan satelit memiliki kemiripan cara merekam, ukuran luas liputan, wilayah saluran spektral yang digunakan, serta lisensi pemanfaatan yang ketat. Keempat sistem menggunakan linear array CCD-biasa disebut pushbroom scanner. Scanner ini berupa CCD yang disusun linear dan bergerak maju seiring gerakan orbit satelit. Jangkauan liputan satelit resolusi tinggi seperti Quickbird sempit (kurang dari 20 km) karena beresolusi tinggi dan posisi orbitnya rendah, 400-600 km di
atas Bumi.
Resolusi spasial tinggi ditujukan untuk mendukung aplikasi kekotaan,
seperti pengenalan pola permukiman, perkembangan dan perluasan daerah
terbangun. Saluran-saluran spektral B, H, M, IMD, dan PAN cenderung dipilih,
karena telah terbukti efektif dalam menyajikan variasi fenomena yang terkait
dengan kota. Kondisi vegetasi tampak jelas pada komposisi warna semu (false color), yang tersusun atas saluran-saluran B, H, IMD ataupun H, M, IMD yang masing masing ditandai dengan urutan warna biru, hijau, dan merah. Pada citra komposit warna ini, vegetasi dengan berbagai tingkat kerapatan tampak bergradasi kemerahan. Teknik pengolahan citra digital dengan indeks vegetasi seringkali memilih formula NDVI (normalised diference vegetation index= IMD-M/IMD+M). Indeks atau nilai piksel yang dihasilkan kemudian sering dijadikan ukuran kuantitatif tingkat kehijauan vegetasi. Apabila diterapkan di wilayah kota, maka tingkat kehijauan lingkungan urban dapat digunakan sebagai salah satu parameter kualitas lingkungan. Untuk lahan pertanian, NDVI terkait dengan umur, kesehatan, dan kerapatan tanaman semusim, sehingga seringkali dipakai untuk menaksir tingkat produksi secara regional.

Description: Hasil gambar
Gambar 2.4 satelit Quickbird

2.5 ALOS


Advanced Land Observing Satellite (ALOS) atau juga bernama Daichi diluncurkan pada tanggal 24 Januari 2006 mempunyai 5 misi utama yaitu pengamatan kartografi, pengamatan regional, pemantauan bencana alam, penelitian sumber daya alam dan pengembangan teknologi satelit JERS-1 dan ADEOS. ALOS dilengkapi dengan tiga sensor inderaja, yaitu sensor Panchromatic Remote Sensing Instrument for Stereo Mapping (PRISM) dan sensor Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2 (AVNIR-2), serta sebuah sensor gelombang mikro atau radar yaitu Phased Array type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) (Shimada, 2009, Fukuda, 2011). Misi  ALOS berakhir pada tanggal 12 Mei 2011. Satelit ini telah merekam 6,5 juta informasi dalam lima tahun sejak mulai operasi dan telah banyak berkontribusi dalam mengakusisi data dalam keadaan darurat untuk keperluan bencana dengan pengamatan sekitar 100 wilayah yang dilanda bencana dalam skala besar pertahun. Peran dari satelit ini kemudian digantikan oleh generasi selanjutnya yaitu ALOS 2&3.

Description: http://en.alos-pasco.com/common/images/alos_mission.jpg
Gambar 2.5 Satelit ALOS









2.6 TERRA MODIS


            MODIS adalah salah satu instrument utama yang dibawa Earth
Observing System (EOS) Terra satellite, yang merupakan bagian dari program
antariksa Amerika Serikat, National Aeronautics and Space Administration
(NASA). Program ini merupakan program jangka panjang untuk mengamati,
meneliti dan menganalisa lahan, lautan, atmosfir bumi dan interaksi diantara
faktor-faktor ini. MODIS mengorbit bumi secara polar (arah utara-selatan) pada ketinggian 705 km dan melewati garis khatulistiwa pada jam 10:30 waktu lokal. Lebar cakupan lahan pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar 2330 km.
Pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima sensor MODIS sebanyak 36
bands (36 interval panjang gelombang), mulai dari 0,405 sampai 14,385 ¦ÃŒm (1
¦ÃŒm = 1/1.000.000 meter). Data terkirim dari satelit dengan kecepatan 11 Mega
bytes setiap detik dengan resolusi radiometrik 12 bits. Artinya obyek dapat
dideteksi dan dibedakan sampai 212 (= 4.096) derajat keabuan (grey levels).
Satu elemen citranya (pixels, picture element) berukuran 250 m (band 1-2), 500
m (band 3-7) dan 1.000 m (band 8-36).
            Produk MODIS dikatagorikan menjadi tiga bagian yaitu produk pengamatan vegetasi, radiasi permukaan bumi, dan tutupan lahan. Diantara capaian riset adalah pendeteksian kebakaran hutan, pendeteksian perubahan tutupan lahan dan pengukuran suhu permukaan bumi. Suhu permukaan bumi dipadukan dengan data albedo (fraksi cahaya yang dipantulkan permukaan bumi) dimanfaatkan untuk pemodelan iklim. Dengan resolusi spasial yang semakin tinggi, dimungkinkan riset tentang prakiraan, dampak serta adaptasi regional yang diperlukan dalam menghadap perubahan lingkungan. Pemanfaatan resolusi maksimum pada 250, 500 dan 1.000 meter sangat cocok untuk melakukan studi regional. Jika dipadukan dengan data Landsat TM, studi ini akan menghasilkan data dasar untuk monitoring dan pemodelan perubahan tutupan dan penggunaan lahan (land cover and land use) serta data dasar untuk pengamatan unsur carbon, yang menjadi salah satu parameter penting dalam studi lingkungan global.

Description: http://bdpjn-catalog.lapan.go.id/catalog/help/deskripsi/img/lowres/terra-scientificamerican_scan.jpg
Gambar 2.6 Satelit Terra

2.7 THE INDIAN REMOTE SENSING (IRS)

            Sistem IRS telah muncul sebagai salah satu program yang paling bergengsi pada industri citra komersial. Fokus program IRS adalah untuk
mengembangkan teknologi ruang angkasa dan aplikasinya dalam mendukung
pembangunan nasional. Dengan penekanan pada peningkatan sumberdaya, IRS
sangat penting untuk memonitor keberadaan sumberdaya untuk pemanfaatan
yang optimal. Satelit IRS 1A dan 1B, IRS 1C diluncurkan pada 1995 dan IRS 1D pada 1997 oleh Pemerintah India. Citra Pankromatik resolusi 5 meter yang dikumpulkan oleh IRS-1C dan ID merupakan citra yang sesuai/ideal untuk perencanaan perkotaan, manajemen bencana, pemetaan dan berbagai aplikasi yang membutuhkan kombinasi unik pada citra resolusi tinngi, revisit frekuensi (resolusi temporal) yang tinggi dan cakupan rea yang luas. Satelit ini memiliki kemampuan stereo imaging, kemampuan gain dan cross-track imaging yang dapat diatur (Space Imaging, 2004).

Description: http://rammb.cira.colostate.edu/dev/hillger/IRS-P5_image.jpg
Gambar 2.7 Satelit IRS



2.8 NOAA

           
            Merupakan singkatan dari National Oceanic and Atmospheric Administration, Sensor NOAA yang relevan untuk pengamatan bumi adalah Advanced very high resolution radiometer (AVHRR). Sensor AVHRR mempunyai FOV sangat lebar (110o) dan dan jarak yang jauh dari bumi, prinsip whiskbroom menyebabkan perbedaan yang besar pada ground sel terukur dalam satu kali penyiaman (scanline). Data citra standar produk-produk AVHRR menghasilkan data citra dengan ukuran yang sama ukuran di lapangan (ground pixels). Data AVHRR terutama digunakan peramalan cuaca harian dimana
memberikan data yang lebih detail daripada Meteosat. Selain itu, juga dapat
diterapkan secara luas pada banyak lahan dan perairan.
            Data AVHRR data digunakan untuk membuat Peta Suhu Permukaan Laut
(Sea Surface Temperature maps/SST Maps), dimana dapat digunakan pada
monitoring iklim, studi El Nino, deteksi arus laut untuk memandu kapal-kapal
pada dasar laut dengan ikan berlimpah, dan lain-lain. Peta Tutupan Awan (Cloud
Cover Maps) yang berasal dari data AVHRR, digunakan untuk edtimasi curah
hujan, dimana dapat menjadi input dalam model pertumbuhan tanaman.


Description: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/c/c0/NOAA-M-01.jpg/260px-NOAA-M-01.jpg
Gambar 2.8 satelit NOAA

 

2.9 METEOSAT-5

           
Meteosat adalah sebuah satelit geostasioner yang digunakan dalam
program meteorologi dunia. Program ini terdiri dari tujuh satelit. Satelit Meteosat dimiliki oleh the European Organisation Eumetsat. Saat ini, Meteosat-5 dioperasikan dengan Meteosat-6 sebagai back-up. Band-band spektral pada sensor VISSR dipilih untuk mengamati fenomena yang relevan bagi ahli meteorologi: band pankromatik (VIS), band infrared menengah, dimana dapat memberikan informasi tentang uap air (WV) yang terdapat di atmosfer, dan band termal (TIR). Pada kondisi awan, data termal berkaitan dengan suhu puncak awan, dimana digunakan untuk memperkirakan dan meramalkan curah hujan. Pada kondisi tidak berawan, data termal berkaitan dengan suhu permukaan daratan dan lautan.
Description: http://mapgroup.com.ua/images/Satelite/ESA/Meteosat/Fig_IM-1_M.jpg
Gambar 2.9 Satelit Meteosat-5
           


2.10 WORLD VIEW


            Merupakan satelit generasi terbaru dari Digital Globe yang diluncurkan tanggal 8 Oktober 2009. Citra satelit yang dihasilkan memiliki resolusi spasial tinggi dan memiliki resolusi spectral lebih lengkap dibandingkan citra satelit sebelumnya. Resolusi spasial yang dimiliki oleh World View 2 yaitu 0.46m-0.5m untuk citra pankromatik dan 1.84m untuk citra multispektral. Citra multispektral dari World View 2 ini memiliki 8 band, sehingga sangat mendukung bagi keperluan analisis-analisis spasial sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Description: http://s3.amazonaws.com/content.satimagingcorp.com/media/cms_page_media/57/worldview-2%20sm.jpg
Gambar 2.10 Satelit WrldView2



2.11 MARINE OBSERVATION SATELLITE (MOS)


            Pada tahun 1986 Jepang meluncurkan satelit untuk penginderaan laut,yaitu satelit MOS-1. Sistem orbit maupun ketinggian orbitnya serupa satelitLandsat. Satelit MOS-1 akan membawa tiga jenis sensor, satu diantaranya berupa penyiam bentuk sapu yang disebut Multispectral Electronic Self-Scanning Radiometer (MESSR). MESSR merekam menggunakan 4 saluran yaitu hijau hingga inframerah dekat. Resolusi spasial sebesar 50 meter, tiap lembar citra MOS meliput daerah seluas 200 km x 200 km atau seluas 40.000km2. Sensor lainnya berupa sebuah penyiam multispektral dengan resolusi spasial kasar dan sebuah radiometer penyiam gelombang mikro.
 Description: http://rammb.cira.colostate.edu/dev/hillger/MOS-2_image.jpg
        Gambar 2.11 Satelit MOS


2.12 HCMM


            Merupakan satelit NASA pertama untuk seri Application Explorer Mission (AEM) yang memiliki ukuran relatif kecil. Satelit ini diorbitkan pada tangga 26 April 1978 hingga bulan September 1980 dengan ketinggian orbit 620km. Memiliki resolusi data sebesar 0.6km pada bagian tengah citra dan 1 km pada bagian tepinya. Satelit ini digunakan dalam berbagai bidang lingkungan yaitu pemetaan geologi berdasarkan peta ketahanan termal, pemetaan vegetasi, mendeteksi gangguan pada vegetasi, pemetaan kelembababn tanah, pemetaan pulau panas pada daerah kekotaan, pantauan penyebaran termal pada daerah industri.

Description: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/5/56/HCMM.png/260px-HCMM.png
Gambar 2.12 satelit HCMM


           


2.13 SEASAT


            Merupakan satelit eksperimental pertama miliki NASA yang dirancang untuk penginderaan sumber daya laut permukaan bumi yang direkam oleh seasat ialah daerah garis lintang 72ͦ dan 72ͦ selatan. Diluncurkan pada 26 Juni 1978 dengan orbit hampir poler dengan ketinggian 800km, satelit ini dilengkapi 5 sensor, 2 diantaranya merupakan sebuah radiator dan radar jenis SAR. Satelit ini dimanfaatkan untuk memantau keadaan air laut, pemetaan es laut, vegetasi, daerah urban, geologi, penutup lahan serta hidrologi.

Description: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/7f/Seasat.jpg
Gambar 2.13 Satelit Seasat


           






 

2.14 EARTH RESOURCES SATELLITE (ERS)


            Satelit ini diluncurkan dengan orbit sinkron matahari dengan ketinggian 700km. Memiliki 2 paket sensor yang digunakan dalam penginderaan, satu paket untuk penginderaan daratan, satu paket lagi untuk penginderaan laut. Satelit ini digunkan untuk prakiraan cuaca dan laut, suhu permukaan laut dan fitoplankton.

Description: http://www.eorc.jaxa.jp/JERS-1/en/jers.gif
Gambar 2.14 Satelit ERS


2.15 RADARSAT


            Satelit ini diluncurkan oleh Kanada pada tahun 1989. Sensornya berupa SAR dengan saluran C yang sudut datangnya dapat diubah dengan kisaran sebesar 20ͦ - 50ͦ. Kegunaan utamanya untuk pemetaan es, terutama pada daerah pengeboran minyak lepas pantai di daerah Kanada Utara.

Description: http://www.asc-csa.gc.ca/images/satellites/radarsat1/ban-radarsat1-en.jpg
Gambar 2.15 Satelit Radarsat

BAB III

PENUTUP

 

3.1 Kesimpulan


Dari tinjauan pustaka di atas dapat kita simpulkan bahwa satelit lingkungan terus diperbarui baik itu dari segi resolusi maupun pencitraan satelit itu sendiri. Satelit lingkungan yang pernah mengorbit di bumi berjumlah kurang lebih 15 satelit, dan saat ini jumlah nya sudah berkurang karena berakhirnya misi satelit ataupun satelit memasuki masa pengnonaktifan. Peluncuran satelit lingkungan sendiri tanggal 26 April 1978 yaitu dengan nama satelit HCMM milik NASA USA sampai satelit yang masih berorbit seperti IKONOS, LANDSAT, SPOT, dll.

3.2 Kritik dan Saran


            Menurut saya Indonesia telah memiliki kemampuan untuk pengembangan satelit sendiri baik itu dengan cara individu maupun kerja sama dengan negara yang pernah memiliki kemampuan dalam bidang satelit.
            Menyadari bahwa penulis masihjauh dari kata sempurna, untuk kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak, terupdate, dan dapat dipertanggung jawabkan.
















DAFTAR PUSTAKA



Arifin, Samsul. - . Potensi Pemanfaatan Satelit Alos-3. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.
Siddik, Ahmad Thoha. 2008. Karakteristik Citra Satelit.Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Suwargana, Nana. 2013. Resolusi Spasial, Temporal dan Spektral Pada Citra Satelit Landsat, Spot, dan Ikonos. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Volume 1 nomor 2Juli-Agustus 2013.